Pesantren Modern al-Amanah kami rintis dari
sebuah “cita-cita” yang nyaris disebut “mimpi” karena kami tak memiliki bekal
apapun,kecuali “keyakinan dan semangat”. Beberapa langkah awal yang kami
lakukan:
a. Mencari informasi sebanyak-banyak tentang
pesantren. Maka kami kunjungi banyakpesantren, dari pesantren-pesantren besar
seperti Gontor, Asy-Syafiiyah Situbondo, Lirboyo, Ploso, sapai pesantren yang
tinggal puiang-puing. Dan kami kumpulkan buku yang berbicara tentang pesantren.
b. Menyiapkan beberapa kader, yang kelak akan
kami jadikan teman untuk mulai membangun danmerintis pesantren.
c. Terus meningkatkan kemampuan dengan banyak
membaca dan mengoleksi banyak buku .
Pertama kali kami terjun di desa
“Mojosantren”,sebuah desa yang dahulu terkenal sebagai desa santri yang
kemudian mengalami pergeseran karena “industri”. Kami tertantang untuk
mencobamengembalikan masa lalu sebagai desa santri. Kami yakin bisa dengan
beberapapertibangan :
a. Banyaktokoh yang menginginkan
b. Potensikeuangan yang luar biasa dengan adanya
home industri sepatu, dimana tiap hariribuan pekerja mencari rizki di pedukuhan
ini.
Beberapa langkah yang kami lakukan :
a. Mengadakananeka kegiatan, diskusi, pengajian,
kajian dengan aneka lapisan masyarakat.
b. Mengumpulkanpara tokoh dan sesepuh dan pemilik
perusaahaan, untuk menyampaikan rencana kami.
Gagasan kami mendapat sambutan luar biasa,
baik dari kaum muda, sesepuh dan para pengusaha hingga dalam waktu singkat
“suasana keagamaan” begitu terasa. Gedung yang kami rencana juga dimulai, sumbangan
dari tokoh masyarakat mengalir lancar. Dalam waktu singkat, lantai pertama
hampirselesai dari dua lantai.
Tak terduga, ada “perbedaan” cara dalam
mengembangkan pesantren dan membangun pesantren yang kemudian menimbulkan“salah
paham”. Akibatnya sebagian besar masyarakat “marah”, dan memutuskandukungan,
hingga bangunan tidak bisa dilanjutkan. Setahun kami menunggu,masyarakat tak
mau lagi meneruskan. Akhirnya dengan kekecewaan yang luar biasakami “hijrah” di
desa Junwangi, hanya 1 km dari mojosantren dengan mengikutialiran sungai.
Sebenarnya kami tak langsung masuk
desaJunwangi, beberapa desa kami “coba”, beberapa rumah kami lihat, tapi
kurangcocok. Desa Junwangi, adalah yang tidak sengaja,mungkin Alloh SWT.
Sendiri yangmenunjukkan.
Kegagalan di Mojosantren memang amat
pahit, tapikami terus mempelajari. Di Junwangi kami menggunakan cara yang lain.
Apalagi keadaan Junwangi berbeda dengan mojosantren. Junwangi adalah desa yang
belumtersentuh da’wah, hingga kebiasaan melakukan aneka judi, minuman keras masihterjadi.
Satu mushola kecil di pedukuhan tempat kami tinggal tak ada jamaahnyakeculi
pemilik musholla dan seorang putranya.
Langkah kami adalah sbb :
a. Mengalir,mengikuti kegiatan masyarakat,
khususnya kaum muda dengan harapan merekamenerima kehadiran kami seperti ;
catur, remi, cangkrukkan dll.
b. Pelan-pelankami memberi teladan, misalnya
ketika masuk waktu shalat kami dengan isteriberangkat ke mushalla.
c. Kamiberusaha menghidupkan mushalla pedukuhan,
dengan jamaah, pengajian danmembangun.
Pesantren Modern al-Amanah mulai kami rintis
setelah mushalla kampung berjalan, jamaah lima waktu terlaksana dengan baik. Di
rumahkontrak kami mengajar mengaji anak-anak kecil, mulai dhuhur hingga larut
malamtiap hari. Anak yang mengaji bertambah banyak, cita-cita makin kuat, keyakinankami
makin sempurna.
Tanah wakaf dari ibu Kamsini menambah
kuatnyasemangat. Rumah tetap kontrak, tanah wakaf mulai kami pondasi. Berbeda
dengandi Mojosantren, di Junwangi kami merintis sendiri tidak banyak melibatkan
oranglain. Ternyata tidak mudah, setahun hanya berupa pondasi, tak mampu
meneruskan.
Baru tahun 1992 kami sempurnakan, dan
bulanagustus 1992 KH. Shaleh Qasim kita rawuhkan untuk berdoa dalam
acarapenting itu. Saat itu baru ada dua santri mukim dari desa tetangga,
selebihnyaputra-putri anak tetangga.
Rintangan silih berganti, ujian terus kamihadapi,
hal-hal sulit terus bermunculan, tapi pelajaran yang Allohberikan ketika
di Mojosantren meneguhkan kami untuk terus maju. Danalhamdulillah, terus
berkembang, al-Amanah mulai menjadi alternative masyarakatuntuk mencari
pendidikan formal dan pesantren.